Semaun adalah
seorang tokoh perjuangan Kemerdekaan Indonesia yang lahir di Curahmalang,
kecamatan Sumobito, termasuk dalam kawedanan Mojoagung, kabupaten Jombang, Jawa
Timur sekitar tahun 1899. Semaun adalah anak Prawiroatmodjo,
pegawai rendahan, tepatnya tukang batu, di jawatan kereta api di Surabaya yang secara ekonomi menempatkannya pada golongan masyarakat
kurang mampu dan tereksploitasi. Karena mereka hanya dijadikan tenaga kerja
murah. Dalam stratifikasi masyarakat di Hindia Belanda khususnya Jawa Timur,
keluarga Semaun masuk dalam kalangan Islam abangan yang dalam pergaulan
sehari-hari termarginalisasi secara sosial. Secara politis, keluarga Semaun
tidak masuk hitungan, kecuali dalam kerangka kepentingan politik penguasa dalam
mencapai tujuannya.
Dalam bidang
pendidikan, Semaun dapat meraihnya walaupun dalam keterbatasan. Meskipun bukan
anak orang kaya maupun priayi, pada usia tujuh
tahun Semaoen berhasil masuk ke sekolah Tweede Klas (sekolah bumiputra
kelas dua) dan memperoleh pendidikan tambahan bahasa Belanda dengan mengikuti
semacam kursus sore hari., Setelah menamatkan
pendidikannya di sekolah Hollands Inlandsche School (HIS) ia tidak dapat
melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi.
Pada tahun 1912,
Semaun mengikuti ujian untuk menjadi pegawai Pamong Praja Rendah dan berhasil
memperoleh sertifikat Klein Abtenaar. Ia kemudian bekerja di Staatsspoor
(SS) Surabaya setelah dinyatakan berhasil menempuh ujian “Pengetahoean Oemoem”
(Algemeene Outwikelling) dan ujian Stationscommies. Dia bekerja di Staatsspoor (SS) Surabaya sebagai juru tulis rendahan.
Pada usia 14 tahun Semaun masuk dalam Central Sarekat Islam (CSI). Saat itu, tahun
1914, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) afdeeling Surabaya. Setahun
kemudian, tahun 1915, bertemu dengan Sneevliet dan
diajak masuk ke Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV),
organisasi sosial demokrat Hindia Belanda afdeeling Surabaya yang
didirikan Sneevliet. Ia juga bergabung di organisasi Vereeniging
voor Spoor-en Tramwegpersoneel (VSTP), serikat buruh kereta api dan trem afdeeling
Surabaya. Pekerjaan di Staatsspoor akhirnya ditinggalkannya pada tahun 1916
sejalan dengan kepindahannya ke Semarang karena diangkat menjadi propagandis
VSTP yang digaji. Penguasaan bahasa Belanda yang baik, terutama dalam membaca
dan mendengarkan, minatnya untuk terus memperluas pengetahuan dengan belajar
sendiri, hubungan yang cukup dekat dengan Sneevliet, merupakan faktor-faktor
penting mengapa Semaoen dapat menempati posisi penting di kedua organisasi
Belanda itu.
Di Semarang, ia
kemudian menjadi redaktur surat kabar VSTP
berbahasa Melayu dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang.
Semaoen adalah figur termuda dalam organisasi. Pada tahun belasan itu, ia
dikenal sebagai jurnalis yang andal dan cerdas. Ia juga memiliki kejelian yang
sering dipakai sebagai senjata ampuh dalam menyerang kebijakan-kebijakan
kolonial.
Tanggal 6 Mei
1917, Semaun terpilih menjadi ketua SI Semarang. Semaun sangat menolak pembentukan Volksraad dan Indie Weerbaar. Sebagai Ketua SI
Semarang, Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan buruh. Pemogokan terbesar
dan sangat berhasil di awal tahun 1918 dilancarkan 300 pekerja industri
furnitur. Tahun 1919 Semuan terpilih sebagai ketua Peratuan Pergerakan Kaum
Buruh (PPKB). Pada tahun 1920, terjadi lagi pemogokan besar-besaran di kalangan
buruh industri cetak yang melibatkan SI Semarang. Pemogokan ini berhasil
memaksa majikan untuk menaikkan upah buruh sebesar 20 persen dan uang makan 10
persen.
PKI dan Semaun
Sejak
dikeluarkan dari Central Sarikat Islam (CSI), Semaun mula berkonsentrasi pada
Partai Komunis Indonesia, Semaun juga membawa PKI bergabung dengan Comintern
yang bekerjasama dengan Negara-negara yang berfaham komunis. Otomatis Semaun menjabat Ketua Umum Pertama Partai Komunis
Indonesia (PKI).
Bersama-sama
dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk
memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda. Sikap dan prinsip
komunisme yang dianut Semaoen membuat renggang hubungannya dengan anggota SI
lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis
Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia
dan Semaoen sebagai ketuanya.
PKI menegaskan dirinya sebagai sebuah partai yang mampu untuk mempersatukan rakyat, baik muslim maupun bukan muslim. Komunis tidak membiarkan adanya perbedaan-perbedaan nasib dalam hal pangkat dan bangsa serta menentang segala bentuk kelas-kelas manusia. PKI sangat gencar dalam mengkampanyekan semboyan “sama rasa sama rata”.
PKI pada
awalnya adalah bagian dari Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan paham akhirnya
membuat kedua kekuatan besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921. Pada
akhir tahun itu juga dia meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan
Malaka menggantikannya sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia pada
bulan Mei 1922, dia mendapatkan kembali posisi Ketua Umum dan mencoba untuk
meraih pengaruhnya kembali di SI tetapi kurang berhasil.
Peran Semaun
Kesadaran
nasional tertanam dalam diri Semaun seiring dengan realitas yang ada di Hindia,
di mana rakyat kecil selalu menjadi korban kaum penguasa dalam hal ini
pemerintah dan kaum kapitalis. Sebagai wujud dari kepedulian Semaun ini, maka
Semaun menulis artikel-artikel yang berisi
ajakan kepada tokoh pergerakan dan rakyat untuk sama-sama memperjuangkan
hak-hak rakyat kecil dan juga kaum buruh serta mengkritik berbagai kebijakan
pemerintah kolonial yang berkaitan dengan masalah perkebunan dan masalah Volksraad.
Semaun juga aktif mengkoordinir berbagai aksi pemogokan terutama di daerah
Semarang dan sekitarnya.
Semaoen juga
seorang yang padat dalam berkarya. Kebanyakan karyanya ditulis di dalam surat
kabar beraliran kiri. Pemikiran Semaoen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni
oleh Sneevliet dan agama Islam walau sempat dalam karyanya ia memprotes
pemikiran pribumi yang terlalu percaya akan kegaiban yang akan mengatur dan
menyelamatkan mereka. Di antara karya-karya Semaoen adalah Penuntun Kaum Buruh
yang dibuat untuk para anggota Partai Komunis Indonesia, Hikayat Kadiroen yang
menceritakan seorang priyayi Marxis yang sangat peduli kepada rakyatnya dan
Berbareng Bergerak.
Dalam
pergerakan, ia menerima paham Marx tentang protes sosial kepada pemerintahan
Hindia Belanda. Ia menganggap bahwa Pemerintah telah membiarkan warga pribumi
terjatuh dalam kemiskinan karena usaha kapitalisasi di Indonesia terutama di
Jawa. Ia berharap bahwa suatu hari nanti akan ada suatu keadaan mirip dengan
Jawa Kuno yang membiarkan warganya hidup dengan apa yang ia inginkan. Dan hal
itu hanya akan terjadi jika pemerintahan Soviet hadir di antara mereka.
Masa Pengasingan
Pada tahun
1923, VSTP merencanakan demonstrasi besar-besaran dan langsung dihentikan oleh
pemerintah kolonial Belanda, dan setelah itu Semaun diasingkan ke Belanda.
Semaun ditangkap dan diberangkatkan ke Belanda pada tanggal 18 Agustus 1923
dengan menggunakan kapal S.S. Koningin der Nederlanden.
Selama masa
pengasingannya dia kembali ke Uni Sovyet, di mana dia tinggal disana lebih dari
30 tahun. Pada masa itu dia tetap menjadi aktivis tapi hanya dalam aksi-aksi
terbatas, berbicara beberapa kali di Perhimpunan Indonesia, organisasi
mahasiswa di Belanda pada masa itu. Dia juga sempat belajar di Universitas
Tashkent untuk beberapa waktu.
Selama
pembuangan ke Eropa, Semaoen aktif di Executive Committee of the Comintern International
(ECCI), Komite
Eksekutif Komunis Internasional. Namun sayang sekali jika dalam usahanya
tersebut dengan tokoh-tokoh timur lain seperti Tan Malaka, Darsono atau Alimin
tidak digubris dengan baik. Dewan Komitern lebih cenderung tertarik bagaimana
memerahkan Eropa ketimbang membantu pergerakan di Asia, seperti di India atau
Indonesia yang saat itu menjadi salah satu corong utama pergerakan di kawasanya masing-masing. Setelah beberapa tahun tinggal di
Belanda, Semaoen lalu menetap di Uni Soviet dan menjadi warga negara di sana.
Ia pernah bekerja sebagai pengajar bahasa Indonesia dan penyiar berbahasa
Indonesia pada radio Moscow. Puncak "kariernya" adalah ketika
diangkat oleh Stalin menjadi pimpinan Badan Perancang Negara (Gozplan) di
Tajikistan.
Akhir hidup
Setelah masa
pengasingannya dia kembali ke Indonesia, dan pindah ke Jakarta. Kepulangan
Semaoen ke Indonesia pada tahun 1953 merupakan inisiatif Iwa Kusumasumantri.
Semaoen, Iwa, dan Sekjen Partai Komunis Iran mengawini tiga putri kakak-adik
yang saat itu bekerja dalam Comintern. Saat kembali ke Indonesia dalam usia
setengah abad lebih, Semaoen telah terputus dari PKI, partai yang ia dirikan.
Dari tahun 1959 sampai dengan tahun 1961 dia bekerja sebagai pegawai
pemerintah. Dia juga mengajar mata kuliah ekonomi di Universitas Padjadjaran,
Bandung. Beliau wafat tahun 1971.
Sumber